DAVEKSI.COM, BATIK YOGYAKARTA - Batik Yogyakarta atau Batik Jogja merupakan bagian dari identitas budaya budaya Jawa yang ada di Yogyakarta. Yang membedakan Batik Yogyakarta dan daerah lain biasanya adalah motifnya. Biasanya motif dan bentuk tersebut mencerminkan filosofi hidup masyarakat sekitar.
Batik Yogyakarta mempunyai variasi tersendiri. Batik tradisional di lingkungan keraton Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih, ada juga ciri khas yang lain. Berikut beberapa motif Batik Yogyakarta atau Batik Jogja yang kami rangkum dari berbagai sumber:
Motif Ceplok
Motif Ceplok adalah motif yang di dalamnya terdapat gambar berbentuk lingkaran, roset, binatang, dan variasinya, yang terletak dalam bidang-bidang geometris seperti segi empat dan lingkaran. Nama-nama motif ceplok biasanya berasal dari nama penciptanya seperti ceplok Conrokusumo, atau menurut dasar bentuk ornamen seperti: Ceplok Cakar Ayam, Ceplok Supit Urang, Ceplok Gandosan, Ceplok Gendang Waru, Ceplok Lung Slop, Ceplok Gambir Saketi, Ceplok Peksi Kirna, Ceplok Gurameh, atau menurut daerah asal motif, seperti Ceplok Madura, Ceplok Pekalongan, Ceplok Yogyakarta, dan masih banyak lagi.
Motif Ceplok adalah motif yang di dalamnya terdapat gambar berbentuk lingkaran, roset, binatang, dan variasinya, yang terletak dalam bidang-bidang geometris seperti segi empat dan lingkaran. Nama-nama motif ceplok biasanya berasal dari nama penciptanya seperti ceplok Conrokusumo, atau menurut dasar bentuk ornamen seperti: Ceplok Cakar Ayam, Ceplok Supit Urang, Ceplok Gandosan, Ceplok Gendang Waru, Ceplok Lung Slop, Ceplok Gambir Saketi, Ceplok Peksi Kirna, Ceplok Gurameh, atau menurut daerah asal motif, seperti Ceplok Madura, Ceplok Pekalongan, Ceplok Yogyakarta, dan masih banyak lagi.
Motif Kawung
Motif Kawung mempunyai ciri bentuk bundar lonjong atau elips seperti daun, memiring ke kiri atau ke kanan. Ada dua keterangan atas asal kata kawung. Keterangan pertama menyebutkan kata ini berasal dari Pohon Kawung atau Pohon Aren, keterangan lain menyebutkan kata ini berasal dari binatang ‘Kwangkwung’ yang berbentuk bulat lonjong.
Jenis motif kawung dapat dibagi berdasarkan besar kecilnya bentuk bulat lonjong tersebut, yang kecil disebut Kawung Picis, Picis adalah nama mata uang lama bernilai sepuluh sen, yang agak besar adalah Kawung Bribil, bribil seperti Picis bernilai setengah sen, yang paling besar disebut Kawung Sen.
Motif Parang dan Lereng
Motif ini adalah motif yang disusun menurut garis diagonal. Kata parang berasal dari nama senjata tajam, dan salah satu motif terkenalnya adalah parang rusak yang berupa parang diagonal dalam deretan tidak teratur. Jenis lain motif parang antara lain adalah Parang Rusak, Parang Rusak Ageng, Parang Rusak Alit, Parang Gondosuli, Parang Ganti, Parang Sari, Parang Teja, Parang Canthel, Parang Sujen, Parang Cengkeh, Parang Tanjung, Parang Rusak Barong.
Dalam setiap motif parang terdapat isen berupa deretan segi empat yang disebut mlinjon. Motif diagonal tanpa parang atau mlinjon disebut Lereng atau Liris, dan motif terkenalnya adalah Udan Liris atau Udan Riris. Jenis lain dari lereng atau Liris antara lain adalah Piring Sedapur, Thatit, Udan Liris Latar Ireng, Udan Liris Latar Putih, Sekar Liris, Sekar Kopi, Lereng Ukel.
Motif Nitik atau Anyaman
Motif Nitik serupa motif ceplok yang tersusun oleh garis-garis putus, titik dan variasinya yang sekilas terlihat seperti anyaman. Motif ini dianggap motif lama, terutama di Pekalongan di mana motif ini dianggap asli dan paling tua, dan berkembang hingga sekarang dan dikenal juga sebagai motif Jlamprang. Motif ini umumnya berlatar warna hitam, namun kini berkembang dengan warna latar lain seperti biru atau hijau tua. Kain terkenal dengan motif ini adalah Kain Cinden atau Cinde, dahulu kain ini dibuat dari sutra atau kain harus dan digunakan oleh raja sebagai celana. Kita masih dapat menjumpai Kain Cinde berupa selendang, sarung bantal dan guling sebagai peninggalan keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Macam-macam motif Nitik antara lain adalah: Rengganis, Nitik Krawitan, Nitik Jonggrong, Nitik Pijetan, Cakar Melik, Jaya Sentana, Nitik Gendangan, Nitik Cakar Wok, Nitik Onengan, Nitik Sulaman, Nitik Yuyu, Nitik Ragahina, Nitik Kembang Sikatan, Nitik Kembang Kacang, Nitik Kembang Blimbing, Nitik Banci Kasut, Nitik Tunjung gunung, Nitik Ceplok Liring, Tirta Teja Alit, Tirta Teja Ageng, Cinden Yogyakarta.
Motif Semen
Motif semen adalah golongan dari batik klasik yang tersusun secara bebas. Jika diperhatikan sebenarnya kebebasan letak ornamen-ornamen di dalam susunan motif batik adalah tidak bebas sama sekali, yaitu bebas terbatas, karena setelah suatu jarak tertentu motif atau susunan ornamen itu akan kembali berulang. Menurut beberapa sumber kata semen berasal dari kata semi yang berarti tumbuhnya bagian dari tanaman. Pada motif semen selalu ada ornamen yang menggambarkan tumbuhan atau tanaman.
Pada umumnya motif batik semen mempunyai ornamen pokok tertentu yang secara keseluruhan merupakan satu kesatuan, merupakan satu simbul atau satu maksud tertentu, dengan berkembangnya motif-motif batik banyak muncul motif semen yang ornamen pokoknya tidak tersusun menjadi satu kesatuan yang mempunyai maksud tertentu akan tetapi hanya merupakan susunan motif tradisional yang mempunyai makna. Unsur penyusun motif semen umumnya terdapat ornamen yang melambangkan atau mengajarkan hal-hal keutamaan dan kebaikan-kebaikan dalam filosofi jawa kuno terkenal dengan ajaran Hastha Brata.
Motif Truntum
Motif Truntum yang diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III) bermakna cinta yang tumbuh kembali. Dia menciptakan motif ini sebagai symbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama semakin terasa subur berkembang (tumaruntum). Karena maknanya, kain bermotif truntum biasa dipakai oleh orang tua pengantin pada hari penikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru.
Motif Garuda (Gurda)
Gurda berasal dari kata garuda. Seperti diketahui, garuda merupakan burung besar. Dalam pandangan masyarakat Jawa, burung garuda mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bentuk motif gurda ini terdiri dari dua buah sayap (lar) dan di tengahnya terdapat badan dan ekor. Motif batik gurda ini juga tidak lepas dari kepercayaan masa lalu. Garuda merupakan tunggangan Batara Wisnu yang dikenal sebagai Dewa Matahari. Garuda menjadi tunggangan Batara Wisnu dan dijadikan sebagai lambang matahari. Oleh masyarakat Jawa, garuda selain sebagai simbol kehidupan juga sebagai simbol kejantanan
Motif Isen
Pola mengisi disebut Isen sangat karakteristik Indonesia. Motif isen terdiri dari ornamen utama dan ornamen pengisi, yaitu: berupa titiktitik, garisgaris, gabungan titik dan garis yang berfungsi untuk ornamenornamen dari motif atau pengisi bidang diantara ornamenornamen tersebut. Motif isen ada bermacammacam, seperti: seperti cecek, cecek pitu, sisik melik, cecek sawut, cecek sawu daun, sisik gringsing, galaran, rambutan, sirapan, cacah gori, dan sebagainya.
www.artscraftindonesia.com
www.id.wikipedia.org
www.batik-tulis.com
www.sulisbatik.blogspot.com
www.senirupaterapanbatikindonesia.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment